Unsusr-unsur Intrinsik Novel
Judul buku : Azab dan Sengsara
• Pengarang : Merari Siregar
• Cetakan : Cetakan Pertama Tahun 1930-an
• Tema : Kehidupan Seorang Gadis
• Tokoh :
1. Mariamin adalah seorang gadis yang cantik dan baik hati.
2. Aminudin adalah seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun dan
sangat pintar.
3. Sutan Baringin adalah seorang yang berwatak keras dan sombong.
4. Nuria adalah seorang yang lembut, penyayang dan baik hati.
5. Bapaknya Aminuddin
6. Ibunya Aminuddin
7. Istri Aminuddin
8. Baginda Mulia
9. Marah Sait(Pakrol Bambu/Pengacara)
• Latar :
1. Di sebuah gubuk di tepi sungai di kota Sipirok
2. Di sebuah gubuk di tengah-tengah sawah
3. Sungai di kota Sipirok
4. Rumah Mariamin yang besar
5. Di Medan (Deli) di rumah Kasibun(suami Mariamin)
6. Di kebun tempat Aminuddin bekerja
7. Kampung A yang dikepalai oleh Bapaknya Aminuddin
8. Pekuburan Mariamin di sebrang jalan kampung A
• Amanat
Allah S.W.T menjadikan laki-laki dan perempuan dan
mempersatukan mereka itu dengan maksud, supaya mereka itu
berkasih-kasihan; si perempuan menyenangkan hati suaminya dan si suami
menghiburkan hari istrinya. Maka seharusnyalah mereka sehidup semati,
artinya; kesengsaraan sama di tanggung, kesenangan sama dirasa. Itulah
kewajiban seorang suami istri.
• Alur
Alur novel ini campuran, yaitu alur maju dan alur mundur
• Sudut Pandang
1. Orang pertama tunggal yang ditandai dengan kata:
a. Adinda
b. Kakanda
c. Anakanda
2. Orang kedua yang di tandai dengan kata:
a. Anggi (adik)
b. Angkang (Kakak)
• Gaya Penulisan
Gaya penulisan novel ini adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dicampuri oleh bahasa Melayu.
SINOPSIS
Senja itu, di tepi kota Sipirok. Seorang gadis yang cantik jelita sedang duduk di atas sebuah batu besar.
Aminuddin
adalah seorang anak kepala kampung di kampung A, harta ayahnya
berlimpah dan sawahnya sangan luas, ayah dan ibunya sangatlah menyayangi
Aminuddin, selain ia anak satu-satunya, ia juga anak yang berbudi
pekerti luhur, sopan santun dan sangat pintar.
Aminuddin dan Mariamin
adalah bersaudara, ibu Aminuddin adalah saudara perempuan Sutan
Baringin (bapaknya Mariamin), tetapi mereka sekarang agak jauh, karena
Sutan Baringin yang tadinya adalah seorang yang hartawan lagi bangsawan ,
kini telah tiada, dan kekayaannya yang berlimpah, kini telah lenyaplah
sudah. Hal ini disebabkan oleh kelakuan Sutan Baringin yang suka sekali
berperkara.
Pada suatu petang, mereka berdua pergi ke sawah. Pada
saat itu langit terlihat sangat gelap, alamat akan adanya badai besar.
Aminudinpun mengajak Riam pulang, tetapi karena pekerjaan Riam mengiangi
padi belum selesai, maka Riam hendak menyelesaikan dahulu, akhirnya
karena Aminudin tidak tega meninggalkan Riam, iapun membantu
menyelesaikan pekerjaan Riam sampai selesai.
Semenjak kejadian itu
Mariamin pun berhutang kepada Aminudin dan iapun mengenal makna ‘Hutang
emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati’.
Ayah Mariamin dan ibu
Aminudin adalah saudara sekandung, mereka hidup dengan bergelimpangan
harta, ayah mereka seorang bangsawan dan sangat kaya di kota Sipirok.
Ketika sudah dewasa Sutan Baringin dinikahkan oleh ibunya dengan seorang gadis bernama Nuria (ibunya Mariamin),
Hari
itu Sutan Baringin menerima surat dari Deli yang berisi bahwa
kerabatnya itu akan segera pindah ke kampung halamannya, yaitu Sipirok.
Kabarnya ia telah mendapat surat pindah dan bulan depan ia hendak pindah
ke Sipirok.
Persausaraan mereka berawal dari kakek mereka, kakek
mereka mempunyai istri kedua yaitu yang muda adalah nenek dari Baginda
Mulia yang mengirim surat kepada Sutan Baringin, sedang istri pertama
adalah nenek dari Sutan Baringin.
Pada sidang pertama Sutan Baringin
kalah, kemudian ia meminta naik banding ke pengadilan yangkebih tinggidi
Padang. Dan iapun menggunakan saksi-saksi palsu, tetapi tetap saja ia
kalah, sehingga harta bendanya habis. Perkara ini berlangsung hingga
lima tahun lebih.
• Setelah semua harta habis. Sapi dan kerbau
telah habis dijual, sisanya tinggal rumah dan itupun harus diberikan
kepada Baginda Mulia. Setelah jatuh miskin, sekarang Sutan Baringin
terbaring lemah di atas tikar yang lusuh, badannya panas dan iapun
selalu merasa dahaga. Namun demikian si istri selalu setia melayaninya,
walaupun ia selalu disia-siakan Sutan Baringin.
• Setelah selesai berkata-kata, nafas Sutan Baringin tersendat-sendat, dan………………semoga ia pergi dengan tenang!!!
•
Sepeninggal Sutan Baringin, amatlah susah ibunya Mariamin, Ia harus
mencari upah untuk ,emdapatkan sesuap nasi. Begitu pula dengan Mariamin,
Ia ikut ke sawah mencari upah membantu ibunya.
• Mariamin sudah
beranjak dewasa, sudah sepantasnya Ia berkeluarga, akhirnya ibunya
menanyakan kepada Mariamin tentang pernikahan, karena ada seorang pemuda
yang memintanya.
• Aminudin berkirim surat kepada Mariamin,
bahwasannya Ia telah mendapat pekerjaan di Deli, dan Mariaminpun
membalasnya dengan suka cita.
• Selang beberapa saat Aminudin
berkirim surat kepada ayahnya di Kampung. Ia hendak meminta Mariamin
untuk menjadi istrinya. Tetapi orang tuanya merasa Mariamin tidak pantas
untuk anaknya Aminudin, akhirnya mereka meminta gadis dari mara
siregar, dan gadis itu adalah anak seorang kepala kampung, derajatnya
sama, dan iapun sangat cantik. Setelah semuanya beres, ayahnyapun segera
mengirim kawat kepada Aminudin yang isinya bahwa Ia akan membawakan
gadis itu kepada Aminudin.
• Di Deli Aminudin bersiap-siap menyambut kedatangan Mariamin dengan girangnya, tetapi…..siapakah yang dibawakan ayahnya itu?
•
Keesokan harinya Aminudin mengirim surat kepada Mariamin, Ia hendak
memberitahukan kejadian yang menimpa cinta mereka. Apakah yang terjadi
dengan Mariamin???
• Hari-hari dilalui Mariamin dengan menyibukan
diri bekerja, dua tahun sudah Ia bekerja, tapi pada tahun ini Ia akan
berangkat ke Padangsidempuan bersama seorang pemuda yang akan
menikahinya. Sebenarnya Ia tidak mau, tapi ibunya selalu membujuknya,
apa boleh buat???
• Setelah tiba beberapa hari di Medan, Mariaminpun
tahu bahwa suaminya mempunyai penyakit yang sangat membahayakan, apabila
mereka berhubungan intim tentulah Mariaminpun akan tertular penyakit
itu juga. Fikiran Mariaminpun kacau,,,”Menerima ajakan suaminya untuk
berhubungan intim atau menolaknya?”. Akhirnya Mariamin memutuskan untuk
menjaga badannya dari sentuhan suaminya dan menyuruh suaminya berobat
dengan giat.
• Siksaan demi siksaan dirasakan Mariamin. Disaat malam
Mariamin aiusir dari ranjang, mau keluar, pintu kamar telah dikunci oleh
suaminya itu, mau tidur di lantai, lantai itu telah diguyur air oleh
Kasibun, Mariaminpun hanya bisa menangis, tapi bila tangisan Mariamin
terdengar, maka Mariamin dipukulnya, dan apabila ia merasa lelah untuk
bangun, maka Ia memukul Mariamin dengan tongkatnya.
• Karena Mriamin
merasa tidak kuat, keesokannya Ia pergi ke kantor polisi untuk melporkan
kelakuan suaminya kepada polisi, dan setelah itu pengadilan berjalan.
Kasibun hanya didenda 25.000 rupiah, dan Mariamin dipulangkan ke
kampungnya, ke kota Sipirok dengan membawa rasa malu, karena Ia tidak
bisa memelihara rumah tangganya.
• Apa yang terjadi dengan Mariamin???
•
Ia tidak ada di gubuk di pinggiran sungai itu, mungkinkah ada di
Kampung A? di kampung ayah Aminudin? Tidak, Ia tidak ada di kampung itu,
tapi kita lihat ke sebrang jalan dari kampung ayah Aminudin itu,
lihatlah kuburan yang baru itu, tanahnya masih merah…….itulah tempat
Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya.
Dan disanalah air mata itu kering karena suatupun tak ada yang
menyusahkan hati. Azab dan sengsara ini telah tinggal di bumi, berkubur
dengan jasad badan yang kasar itu.
00.52 |
Diposting oleh
Unknown
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Terima kasih resensinya, jadi menambah wawasan.
Comment back yo.
http://ucuyyy.blogspot.com/
Posting Komentar